tutup / scroll untuk melanjutkan
iklan
Franchise

Hot News

Mengapa Andika Perkasa-Hendrar Prihadi Tumbang di Pilkada Jawa Tengah? Ini Faktornya

Avatar photo
×

Mengapa Andika Perkasa-Hendrar Prihadi Tumbang di Pilkada Jawa Tengah? Ini Faktornya

Sebarkan artikel ini
Andhika -Hendrar.
Andhika -Hendrar.

Portal Pantura, Brebes –Hasil sementara Pilkada Jawa Tengah 2024 menunjukkan pasangan calon (paslon) Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen unggul atas Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.

Berdasarkan data quick count, paslon Ahmad Luthfi-Taj Yasin memperoleh 60,69% suara, sementara Andika-Hendrar hanya meraih 39,31%. Data ini didasarkan pada 58,75% suara yang telah masuk per 27 November 2024.

Hasil ini memicu berbagai tanggapan dari warganet, salah satunya akun X (sebelumnya Twitter) dengan nama pengguna @keju_aust.

Dalam cuitannya, ia membagikan tangkapan layar hasil quick count dan mengungkapkan lima alasan utama yang menurutnya membuat warga Jawa Tengah, khususnya Tegal, cenderung tidak memilih paslon nomor 01, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.

Lima Alasan Warga Tidak Memilih Andika-Hendrar

Menurut cuitan @keju_aust, sejumlah faktor memengaruhi keputusan politik masyarakat Jawa Tengah:

1. Pengaruh Kyai dan Janji Perbaikan Ponpes

Warga disebut lebih memilih paslon nomor 02 atas imbauan dari tokoh agama atau kyai.

Janji perbaikan pondok pesantren menjadi salah satu daya tarik yang diyakini mampu menggiring suara ke pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin.

2. Sentimen terhadap PDIP

Paslon nomor 01 dianggap memiliki kedekatan dengan PDIP, yang oleh sebagian warga dianggap kurang populer di beberapa wilayah, termasuk Tegal. Hal ini memperlemah dukungan terhadap Andika-Hendrar.

3. Serangan Fajar

Dalam cuitan tersebut, @keju_aust juga menyinggung adanya praktik serangan fajar yang dilakukan tim paslon nomor 02.

Disebutkan, warga menerima uang sebesar Rp30 ribu, minyak satu liter, dan kalender sebagai bentuk “imbalan”.

Praktik ini kerap menjadi strategi ampuh dalam memengaruhi suara di sejumlah daerah.

4. Spanduk dan Kampanye Visual

Salah satu alasan lain adalah dominasi kampanye visual paslon nomor 02.

Spanduk dan atribut kampanye mereka tersebar luas di berbagai titik, membuat nama mereka lebih dikenal.

Hal ini dinilai berkontribusi terhadap penguatan citra paslon 02 di kalangan masyarakat yang kurang mencari informasi mendalam tentang kandidat.

5. Sikap Apatis terhadap Perubahan

Masih banyak warga yang bersikap apatis terhadap politik.

Dalam tangkapan layar percakapan yang diunggah @keju_aust, seseorang menyatakan bahwa siapa pun pemimpinnya tidak akan memengaruhi kehidupannya secara langsung.

Pandangan ini mencerminkan minimnya kepercayaan terhadap perubahan yang dapat dibawa oleh paslon tertentu.

Respon Warganet

Cuitan tersebut mendapat banyak tanggapan dari pengguna platform X lainnya.

Sebagian besar mengungkapkan kekecewaan terhadap hasil quick count dan pola pikir sebagian warga Jawa Tengah.

Salah satu pengguna, @olapxxx, mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap masyarakat Tegal yang dianggap tidak bijak dalam memilih.

“Akupun cape jadi warga Tegal. Kok yo guooblok e kebangetan, gak gubernur gak bupati podo ae,” tulisnya.

Sementara itu, pengguna lain, @ciperxxx, menyoroti rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Jawa Tengah.

“Miskin banget SDM Jateng. Kasih 30 ribu aja mau,” tulisnya.

Tanggapan senada juga datang dari @rubyxxx, yang menilai masyarakat gagal mempertimbangkan kompetensi dan gelar akademik yang dimiliki oleh paslon nomor 01.

Analisis dan Implikasi

Fenomena ini menggarisbawahi pentingnya strategi komunikasi politik yang efektif dalam memenangkan hati masyarakat.

Paslon yang unggul dalam pendekatan personal, seperti melalui tokoh agama, serta kampanye yang masif dan langsung ke akar rumput, cenderung memiliki peluang lebih besar untuk menang.

Selain itu, faktor ekonomi dan pragmatisme pemilih juga menjadi tantangan tersendiri.

Praktik serangan fajar dan pemberian bantuan langsung menjelang pemilu masih menjadi daya tarik utama di sejumlah daerah, khususnya di kawasan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Ke depan, dibutuhkan pendidikan politik yang lebih masif untuk meningkatkan kesadaran pemilih tentang pentingnya memilih berdasarkan program kerja dan kompetensi, bukan hanya iming-iming jangka pendek.

Hasil Pilkada Jawa Tengah ini memberikan pelajaran berharga tentang dinamika politik lokal yang sering kali berbeda dengan isu-isu di tingkat nasional.

Pilkada Jawa Tengah 2024 tidak hanya menjadi ajang kontestasi politik, tetapi juga cerminan tantangan sosial, ekonomi, dan budaya dalam proses demokrasi di tingkat daerah.

Hasil akhirnya akan menjadi penentu arah pembangunan di Jawa Tengah, serta pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di masa mendatang.***

Dukung kami agar lebih baik. KLIK DI SINI
iklan
Ikuti Portal Pantura di WhatsApp KLIK DI DI SINI Atau Telegram:KLIK DI SINI

Dilarang mengambil dan atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk tujuan komersil tanpa seizin redaksi.

Eksplorasi konten lain dari Portal Pantura

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca