Portal Pantura, Jakarta – Mantan Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia (PMI), Sudirman Said, angkat bicara terkait terpilihnya Agung Laksono sebagai Ketua Umum PMI dalam Munas tandingan.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar gerakan kepalangmerahan internasional dan hukum nasional yang berlaku di Indonesia.
Sudirman menjelaskan bahwa PMI sebagai organisasi kemanusiaan di Indonesia bekerja berdasarkan tujuh prinsip dasar gerakan kepalangmerahan internasional, yaitu: Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kesukarelaan, Kemandirian, Kesatuan, dan Kesemestaan. Prinsip-prinsip ini, menurutnya, menjadi landasan utama dalam menjalankan misi kemanusiaan di seluruh dunia.
“Di setiap negara, hanya ada satu organisasi kepalangmerahan yang diakui. Negara dapat memilih antara Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Indonesia sudah memilih Palang Merah sebagai bentuk organisasi resmi, yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2018,” ujar Sudirman.
Organisasi Tandingan Dinilai Ilegal
Sudirman menilai bahwa pembentukan organisasi atau kepengurusan tandingan adalah tindakan yang melanggar hukum dan melenceng dari prinsip dasar kepalangmerahan, khususnya prinsip Kesatuan.
“Prinsip Kesatuan jelas menyatakan bahwa setiap negara hanya boleh memiliki satu organisasi kepalangmerahan yang melayani seluruh masyarakat tanpa diskriminasi. Dengan demikian, upaya membentuk kepengurusan tandingan, apalagi tanpa dasar hukum yang sah, merupakan pelanggaran serius,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa tindakan semacam itu mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip yang menjadi jiwa gerakan kepalangmerahan.
“Jika pihak-pihak tertentu berupaya menciptakan mekanisme kepemimpinan tandingan melalui proses yang tidak sah, itu berarti mereka tidak memahami atau bahkan mengabaikan prinsip-prinsip universal gerakan ini,” katanya.
Risiko Citra Internasional
Sudirman memperingatkan bahwa konflik internal seperti ini berpotensi merusak citra Indonesia di mata dunia.
Prinsip Kesemestaan, yang menjadi salah satu pilar gerakan kepalangmerahan, menekankan pentingnya kerja sama global dalam menghadapi tantangan kemanusiaan.
“Gerakan kepalangmerahan adalah gerakan universal. Sebagai bangsa yang beradab, kita harus menjaga integritas dan nama baik di kancah internasional. Jika peristiwa seperti Munas tandingan dibiarkan terjadi, Indonesia akan dipandang negatif oleh komunitas internasional,” ujarnya.
PMI dalam Sorotan Hukum dan Etika
Selain masalah citra, Sudirman juga menggarisbawahi bahwa legalitas dan etika dalam pengelolaan PMI harus tetap dijaga.
Dengan adanya Undang-Undang No. 1 Tahun 2018, posisi PMI sebagai satu-satunya organisasi kepalangmerahan resmi di Indonesia telah diakui secara hukum.
Karena itu, pembentukan organisasi atau kepengurusan lain di luar struktur resmi dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal yang melanggar undang-undang tersebut.
Sudirman menutup pernyataannya dengan menyerukan agar semua pihak menghormati prinsip-prinsip dan aturan yang sudah disepakati secara internasional dan nasional.
“Kita harus menjaga agar Indonesia tetap menjadi bagian dari komunitas global yang menghormati hukum dan prinsip-prinsip universal. Jangan sampai tindakan segelintir pihak merusak reputasi kita di mata dunia,” pungkasnya.***