“Dengan pendidikan politik ini kita harapkan masyarakat akan semakin dewasa sehingga tidak mudah terprovokasi untuk aksi demo atau unjuk rasa karena ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah,” sambungnya.
Rasa tidak puas bisa memicu pelanggaran kode etik, pelanggaran tindak pidana, dan pelanggaran lainnya. Hal itu juga bisa dilakukan oleh ASN atau perangkat desa lainnya sehingga memicu kegaduhan di masyarakat.
Sofyan menegaskan, masyarakat harus datang ke TPS karena kesadarannya sendiri untuk memilih calon pemimpin bagi kemajuan pembangunan daerahnya atau negaranya, dan bukan karena iming-iming uang atau hadiah.
“Selaku pemilih, masyarakat harus mejadi aktor utama terwujudnya pemilihan yang bebas dari politik uang, kemudian mendorong terwujudnya suasana pemilu yang aman, damai, serta kondusif,” pungkasnya.***