“Kalau kita diam, sangat bahaya. Indonesia siaga, butuh pemimpin yang mumpuni,” tegasnya.
Purnawirawan TNI yang lain, Yayat Sudrajat menyatakan bahwa Jokowi jelas melanggar konstitusi.
“Disintegrasi bangsa 90 persen akan terjadi jika Pemilu tidak jurdil,” tegasnya.
Yayat merasa prihatin atas nasib pribumi yang disebabkan bukan oleh takdir, tapi oleh penguasa yang dzalim.
“Saya perih melihat pribumi hidup dari tong sampah ke tong sampah yang lain. Kehidupan makin sulit. Kita sudah muak terhadap pemerintah. Lengserkan Jokowi segera,” pungkasnya.
Kegelisahan juga dirasakan oleh pengamat politik Ikrar Nusa Bakti. Menurutnya, Presiden sudah pasti tidak netral.
Dia menggunakan tangan Polri untuk pengaruhi pemilih. Apalagi dengan pernyataan Kapolri yang menyatakan siapapun yang tidak didukung Presiden dianggap sebagai tukang onar.
“Kita berharap TNI dan Polri netral. Kita tidak untuk makar tetapi kita ingin Pemilu Jurdil, ” tegasnya.
Soal keterlibatan Presiden Jokowi dalam salah satu calon, Ikrar menegaskan bahwa presiden telah membajak demokrasi
“Saya berani katakan Presiden pembajak demokrasi. Dia merusak demokrasi dengan memaksakan anaknya. Presiden melakukan dramaturgi, apa yg diucapkan dengan dilakukan bagai bumi dan langit,” paparnya.
Presiden ikut campur dalam proses Pemilu adalah fakta.
Faktanya adalah presiden mengundang kepala desa ke istana.
“Kalau kepala daerah sudah di tangan Presiden, apa yang kalian bisa lakukan?,” tanya Ikrar.
Ikrar juga menyampaikan pasca debat, Presiden Jokowi bicara dengan tiga menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya.
“Itu kejahatan demokrasi,” kata Ikrar.