Portal Pantura, Jakarta – Richard William, pendiri firma hukum Richard William and Partner serta Perkumpulan Pengacara GAPTA, telah mengajukan gugatan terhadap enam hakim agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini diajukan dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum dari Dokter H. Slamet Effendy, M.KES. Richard mengonfirmasi hal ini dalam pernyataan pers yang disampaikan pada Selasa 17 September 2024.
Gugatan tersebut didaftarkan dengan nomor perkara 564/Pdt.G/2024 pada 17 September 2024. Richard menuduh bahwa keenam hakim agung tersebut melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) terkait dua perkara pidana yang mereka tangani. Kedua perkara yang dimaksud adalah perkara kasasi pidana dengan nomor 1044 K/PID/2022 yang diputus pada 27 Oktober 2022, dan perkara peninjauan kembali (PK) dengan nomor 149 PK/PID/2023 yang diputus pada 16 November 2023.
Dalam pernyataannya, Richard menegaskan bahwa terdapat indikasi kuat adanya praktek sidang fiktif di Mahkamah Agung. Dugaan ini muncul setelah Richard dan tim hukumnya mendapatkan salinan resmi putusan PK atas kasus kliennya dari Pengadilan Negeri Bekasi pada 9 September 2024.
“Setelah kami menerima salinan tersebut, kami mendapati adanya ketidaksesuaian dalam putusan yang diterbitkan. Terdapat dua putusan yang saling bertentangan: satu menyatakan terbukti, sementara yang lain menyatakan tidak terbukti,” jelas Richard. Ia menambahkan bahwa perbedaan ini menguatkan indikasi adanya praktek yang tidak sesuai prosedur di pengadilan.
Salinan tersebut diperoleh berdasarkan surat permohonan tertanggal 6 September 2024, sebagai bagian dari upaya pengajuan PK kedua untuk kliennya. Richard menilai bahwa ketidakjelasan dalam putusan tersebut menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani oleh kliennya.
Kasus Kriminalisasi Hukum
Richard menjelaskan bahwa kliennya, H. Slamet Effendy, Direktur Rumah Sakit Anna Medika, telah menjadi korban kriminalisasi hukum sejak menjabat sebagai direktur pada 2013 hingga 2019. Menurut Richard, selama periode tersebut, Slamet kerap kali dihadapkan pada tuntutan hukum yang tidak adil, yang melibatkan pihak kepolisian dan kejaksaan.
“Klien kami pernah ditahan di Polres Bekasi pada 2021 selama 20 hari, dan sejak 23 Mei 2023 hingga saat ini, ia masih ditahan di Lapas Bekasi. Kami melihat adanya ketidaksesuaian dalam proses penetapan klien kami sebagai tersangka dan keputusan hakim yang menjatuhkan vonis,” terang Richard.
Richard menilai bahwa kasus yang menimpa kliennya adalah bukti jelas dari penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, ia merasa perlu untuk mengajukan gugatan PMH terhadap enam hakim agung yang terlibat dalam proses hukum tersebut.
Gugatan Sebagai Bentuk Upaya Mencari Keadilan
Gugatan PMH yang diajukan oleh Richard bertujuan untuk membuktikan adanya penyimpangan hukum dalam penanganan kasus kliennya. Richard berharap agar melalui gugatan ini, publik dapat mengetahui kebenaran yang terjadi di balik putusan-putusan Mahkamah Agung tersebut.
“Kami berharap gugatan ini dapat membuka mata publik mengenai keadilan yang telah diselewengkan oleh para pelaku hukum. Kami ingin menunjukkan bahwa ada ketidakberesan dalam proses hukum yang dijalani oleh klien kami,” tegas Richard.
Ia juga menyatakan bahwa putusan-putusan yang menjerat kliennya sangat tidak rasional dan bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. “Ini adalah langkah hukum yang berani untuk memperjuangkan keadilan bagi klien kami,” tambahnya.
Harapan Terhadap Pengadilan
Dalam upayanya, Richard berharap agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat memberikan penanganan yang adil dan transparan dalam perkara ini. Ia menekankan pentingnya pelaksanaan sidang yang terbuka untuk umum, sehingga masyarakat dapat menyaksikan langsung proses persidangan dan memastikan bahwa hukum dijalankan sesuai dengan konstitusi.