Warga merasa pemerintah kurang tanggap terhadap masalah yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari mereka.
Kepala Desa Pandansari, Irwan Susanto, mengakui bahwa penanganan jalan tersebut sebenarnya berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten, bukan desa. Namun, ia memahami kekecewaan warganya.
“Kami sudah mengajukan permohonan perbaikan ke pemerintah kabupaten, tetapi sampai saat ini belum ada respon konkret,” jelas Irwan.
Meskipun begitu, beberapa warga yang tidak memahami mekanisme birokrasi menyalahkan kepala desa karena dianggap tidak bertindak cepat.
Irwan menegaskan bahwa pihak desa terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan berusaha mempercepat proses perbaikan.
Namun, ia meminta warga untuk bersabar karena masalah ini melibatkan birokrasi di tingkat yang lebih tinggi.
Kerusakan jalan yang terus dibiarkan berlarut-larut berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi yang lebih besar.
Biaya perbaikan kendaraan akibat jalan berlubang dan licin meningkat, terutama bagi pengusaha yang menggunakan kendaraan besar seperti truk untuk mengangkut barang.
Selain itu, waktu tempuh yang lebih lama menambah beban operasional, baik bagi petani maupun pengusaha lokal lainnya.
Tidak hanya ekonomi, faktor keselamatan warga juga menjadi perhatian utama.
Jalan yang rusak, terutama saat musim hujan, sangat licin dan sulit dilalui. Warga yang menggunakan sepeda motor dan kendaraan lainnya rentan mengalami kecelakaan.
“Saat malam hari, lubang-lubang di jalan tidak terlihat, dan kami khawatir ada yang celaka,” ungkap salah satu warga.
Situasi ini semakin menambah kekhawatiran warga, terutama karena belum ada tanda-tanda perbaikan dalam waktu dekat.
Kerusakan jalan Pandansari-Wanareja menjadi simbol kurangnya perhatian terhadap pembangunan infrastruktur di wilayah pedesaan.
Warga kini mulai mempertanyakan prioritas pemerintah kabupaten dalam memperbaiki fasilitas umum yang sangat dibutuhkan.