Portal Pantura Brebes – Krisis air bersih kembali mengancam petani di Kabupaten Brebes. Waduk Malahayu, sumber utama pengairan bagi ribuan hektar lahan pertanian di empat kecamatan, mengalami penurunan volume air yang signifikan akibat sedimentasi dan kemarau panjang.
Dibangun pada tahun 1934, Waduk Malahayu kini hanya mampu menampung sekitar 13 juta meter kubik air, jauh di bawah kapasitas normalnya yang mencapai 31 juta meter kubik.
“Tinggi permukaan air waduk turun hingga 3 meter dari batas normal,” ungkap Ruskamto, Koordinator Bendungan Waduk Malahayu dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung.
Kondisi ini diperparah oleh ancaman El Nino yang menyebabkan musim kemarau semakin panjang dan intens. Petani di Brebes pun harus rela hanya mendapatkan pasokan air untuk sawah mereka selama lima hari dalam seminggu.
Sedimentasi menjadi masalah utama yang menggerogoti kapasitas Waduk Malahayu. Setiap tahun, endapan lumpur dan pasir terus menumpuk di dasar waduk, mengurangi volume air yang dapat ditampung.
“Pada tahun 2009, waduk ini masih memiliki volume hingga 38 juta meter kubik. Kini, kapasitasnya terus menyusut akibat sedimentasi,” jelas Ruskamto.
Perubahan tata guna lahan di daerah hulu menjadi salah satu penyebab utama sedimentasi.
Konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan erosi tanah dan membawa sedimen masuk ke sungai yang bermuara di Waduk Malahayu.
Selain itu, perubahan iklim yang menyebabkan intensitas hujan ekstrem juga mempercepat proses erosi.
Upaya Penyelamatan Pertanian
Untuk mengatasi krisis air, BBWS Cimanuk-Cisanggarung berupaya mengoptimalkan pengelolaan air di Waduk Malahayu.