Portal Pantura, Brebes – Program Guru Penggerak merupakan salah satu inisiatif penting dalam reformasi pendidikan di Indonesia. Tujuan utama program ini adalah untuk mengembangkan kepemimpinan para guru, meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, serta menyebarluaskan praktik-praktik terbaik dalam proses belajar-mengajar. Salah satu kegiatan penting dalam program ini adalah sosialisasi, yang bertujuan untuk memperkenalkan dan memastikan implementasi program dapat diterapkan secara efektif di berbagai sekolah.
Pada Selasa, 13 Agustus 2024, SMA Negeri 1 Bumiayu menjadi tuan rumah kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan oleh calon guru penggerak angkatan 11. Bertempat di ruang multimedia sekolah, kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 15 orang guru dan tenaga kependidikan. Dalam kegiatan tersebut, Moch. Nurkholis, S.Pd, salah satu calon guru penggerak, menjadi narasumber yang menyampaikan materi tentang “Budaya Positif”. Materi ini diambil dari modul yang dipelajarinya dalam program pendidikan guru penggerak, dan diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman para peserta mengenai pentingnya menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah.
Budaya positif di sekolah adalah hal yang krusial untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan produktif. Melalui budaya positif, sekolah dapat mendorong motivasi internal baik dari siswa maupun tenaga pendidik untuk berkontribusi pada perkembangan institusi. Menurut Nurkholis, menciptakan budaya positif harus dimulai dengan mengubah paradigma pendidikan yang selama ini diterapkan. Salah satu perubahan penting adalah mengganti paradigma stimulus-respons menjadi paradigma teori kontrol, yang lebih menekankan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa. Dengan pendekatan ini, siswa diharapkan dapat belajar sesuai dengan potensi dan kebutuhannya masing-masing.
Namun, ada beberapa miskonsepsi yang sering terjadi terkait teori kontrol. Di antaranya adalah keyakinan bahwa guru memiliki kontrol penuh atas siswa, bahwa penguatan positif selalu efektif, serta anggapan bahwa kritik atau rasa bersalah dapat memperkuat karakter siswa. Nurkholis menekankan bahwa perubahan paradigma ini perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih inklusif dan kolaboratif. Dalam teori kontrol, setiap individu memiliki kebutuhannya masing-masing dan semua perilaku memiliki tujuan. Oleh karena itu, guru seharusnya tidak mencoba mengontrol siswa, melainkan membantu mereka memahami pilihan yang ada dan mendorong kolaborasi.
Selain perubahan paradigma, sosialisasi ini juga membahas tentang disiplin positif. Sering kali, disiplin diartikan sebagai hukuman atau aturan yang harus diikuti secara ketat. Padahal, menurut Nurkholis, disiplin positif adalah cara untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab pada diri siswa tanpa menggunakan ancaman atau hukuman. Disiplin positif bertujuan agar siswa memiliki motivasi intrinsik untuk berperilaku baik dan mengikuti nilai-nilai kebajikan universal. Guru diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan disiplin diri, bukan sekadar mematuhi peraturan.
Sebagai bagian dari pendekatan disiplin positif, para guru diajak untuk memahami perbedaan antara hukuman, konsekuensi, dan restitusi. Hukuman sering kali hanya memberikan efek jangka pendek, sedangkan restitusi bertujuan untuk memperbaiki perilaku dengan memberikan pemahaman kepada siswa tentang dampak perbuatannya. Dalam proses ini, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan solusi dan bertanggung jawab atas kesalahannya.
Salah satu langkah penting untuk menciptakan budaya positif di kelas adalah dengan menyusun keyakinan kelas bersama siswa. Keyakinan ini berbeda dengan aturan, karena disusun secara bersama-sama dan lebih menekankan pada nilai-nilai yang dipegang oleh siswa dan guru. Dengan adanya keyakinan kelas, siswa akan lebih termotivasi untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang telah mereka sepakati.
Dalam kegiatan sosialisasi ini, para peserta juga diajak untuk bermain peran dalam menerapkan langkah-langkah segitiga restitusi, sebuah pendekatan untuk mengatasi konflik atau masalah perilaku di kelas. Dengan bermain peran, para guru mendapatkan gambaran tentang bagaimana teori-teori yang disampaikan dapat diterapkan dalam situasi nyata di kelas.
Nurkholis berharap bahwa sosialisasi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para guru dan tenaga kependidikan di SMA Negeri 1 Bumiayu tentang pentingnya menciptakan budaya positif di sekolah. Dengan dukungan dari seluruh elemen sekolah, diharapkan budaya positif ini dapat diterapkan secara berkelanjutan, sehingga dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan produktif bagi seluruh siswa.***
***Penulis: Amanda Nurul Istiqomah. Mahasiswa PPL Universitas Peradaban di SMA Negeri 1 Bumiayu.