Mengapa Paslon Tunggal Paramitha-Wurja Hanya Raih 57,3 Persen Suara, Sedangkan Kotak Kosong Mendominasi di Beberapa Kecamatan - Portal Pantura

Menu

Mode Gelap
PPPK Berpeluang Jadi PNS pada 2025: Transformasi Karier ASN Menuju Kepastian Status Aplikasi Penghasil Uang 2024: Peluang Cuan Melalui Tugas Sederhana di Platform Digital YouBest dan Yayasan Relica Galang Dana untuk Korban Bencana Alam di Salem, Brebes   Tips Menghasilkan Rp 500 Ribu Sehari dengan HP, Cocok untuk Pemula Penetapan UMK 2025 di Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan: Harapan Baru bagi Kesejahteraan Buruh Sosialisasi AMDAL, PT Amrilys Balapulang Tegal Ingatkan Konsultan Fokus Terhadap Usulan Warga Dua Desa

Ngopi

Mengapa Paslon Tunggal Paramitha-Wurja Hanya Raih 57,3 Persen Suara, Sedangkan Kotak Kosong Mendominasi di Beberapa Kecamatan

Avatar photobadge-check


					Mengapa Paslon Tunggal Paramitha-Wurja Hanya Raih 57,3 Persen Suara, Sedangkan Kotak Kosong Mendominasi di Beberapa Kecamatan Perbesar

Portal Pantura – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mencatat bahwa dalam Pemilihan Kepala Daerah () 2024, terdapat 41 daerah yang hanya memiliki calon tunggal.

Dari jumlah tersebut, satu merupakan pemilihan tingkat provinsi, sementara sisanya adalah kabupaten/kota.

Fenomena calon tunggal ini menjadi sorotan karena umumnya diikuti dengan kemenangan telak bagi pasangan calon tunggal yang bisa dilihat melalui hasil hitung cepat.

Namun, hasil berbeda terjadi di sejumlah daerah.

iklan
iklan

Salah satunya di Kabupaten , Jawa Tengah, di mana pasangan calon tunggal hanya mampu memperoleh 57,3 persen suara. Kotak kosong berhasil meraih 42,7 persen suara.

Hasil Quick Count di

Menurut data hitung cepat yang dirilis oleh lembaga survei Charta Politika, pasangan -Wurja unggul dengan 57,3 persen suara, sementara kotak kosong mengantongi 42,7 persen.

Sampel survei diambil dari 200 TPS yang tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten .

Meski pasangan calon unggul di 13 kecamatan, kotak kosong justru menang di 4 kecamatan, yakni , Bulakamba, Wanasari, dan Tanjung.

Kemenangan calon tunggal di ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa pasangan yang didukung seluruh partai politik di DPRD hanya mampu mengamankan 57,3 persen suara? Dan bagaimana kotak kosong berhasil meraih 42,7 persen suara?

Analisis: Faktor Penolakan Calon Tunggal

Capaian suara kotak kosong sebesar 42,7 persen di mencerminkan adanya dinamika politik yang tidak sederhana.

Beberapa faktor yang mungkin menjelaskan fenomena ini adalah sebagai berikut:

1. Ketidakpuasan Publik terhadap Calon Tunggal

Sebagian pemilih mungkin merasa pasangan -Wurja tidak cukup mewakili aspirasi mereka.

Ketidakpuasan ini dapat mendorong mereka memilih kotak kosong sebagai bentuk protes politik.

2. yang Tidak Optimal

pasangan calon merupakan kunci kemenangan, bahkan untuk calon tunggal.

Jika kampanye tidak dilakukan dengan maksimal atau gagal menjelaskan visi dan misi kepada masyarakat, potensi dukungan pun melemah.

3. Kinerja Mesin Partai Politik

Meski didukung oleh seluruh partai politik di DPRD, koordinasi dan mobilisasi mesin partai tidak selalu berjalan efektif.

Dalam beberapa kasus, dukungan formal dari partai politik tidak serta-merta menjamin dukungan penuh dari masyarakat.

4. Gerakan Pro-Kotak Kosong

Dukungan untuk kotak kosong sering kali bukan semata pilihan individual, tetapi hasil dari gerakan kolektif.

Tokoh masyarakat atau kelompok tertentu mungkin secara tidak langsung mendorong pemilih untuk memilih kotak kosong sebagai simbol penolakan terhadap pasangan calon yang ada.

5. Minimnya Pilihan Alternatif

Pemilihan dengan hanya satu calon menciptakan situasi tanpa kompetisi.

Pemilih yang tidak merasa cocok dengan calon tunggal tidak memiliki pilihan lain selain memilih kotak kosong.

6. Kesadaran Demokrasi Masyarakat

Pilihan untuk mendukung kotak kosong bukan hanya sekadar aksi protes, tetapi juga bentuk kesadaran demokrasi.

Pemilih yang memahami hak pilih mereka menyadari bahwa suara untuk kotak kosong dapat menjadi pesan kolektif bahwa calon tunggal belum sepenuhnya mendapat legitimasi publik.

Pelajaran dari

Fenomena di menjadi catatan penting bahwa meskipun calon tunggal sering kali dianggap memiliki peluang menang yang besar, legitimasi tetap menjadi tantangan.

Dukungan partai politik saja tidak cukup untuk menjamin kemenangan telak, terutama jika kepercayaan masyarakat terhadap pasangan calon tidak sepenuhnya terbangun.

Dalam konteks demokrasi, kehadiran lebih dari satu pasangan calon sangat penting.

Kompetisi politik yang sehat memberikan masyarakat alternatif pilihan yang lebih representatif.

Selain itu, hasil ini juga menjadi pengingat bagi partai politik dan penyelenggara pemilu untuk memastikan bahwa proses seleksi dan calon berjalan dengan baik.

Tingkat Partisipasi dan Dinamika Politik

Tingkat partisipasi pemilih di tercatat cukup tinggi, meski tidak disebutkan secara spesifik dalam hitung cepat ini.

Fakta bahwa kotak kosong berhasil meraih 42,7 persen suara menunjukkan bahwa masyarakat di menggunakan hak pilih mereka dengan cukup aktif, baik untuk mendukung calon tunggal maupun untuk menyuarakan penolakan terhadapnya.

Ke depan, penyelenggara pemilu, partai politik, dan para calon diharapkan dapat lebih memahami aspirasi masyarakat.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap pemilu tidak hanya menghasilkan pemimpin yang sah, tetapi juga mendapatkan kepercayaan penuh dari mayoritas masyarakat.***

Pilihan Redaksi

BUMDes Dapat Berperan dalam Mendukung Program Makan Bergizi Gratis

13 Desember 2024 - 10:00 WIB

Pj Bupati Brebes Djoko Gunawan melihat langsung uji coba makan gratia di sekolah. (Humas Kab. Brebes)

Pesantren dan Peran Strategisnya dalam Kebersihan serta Kesehatan Berbasis SDGs

10 Desember 2024 - 07:00 WIB

Ilustrasi Santri. (Unsplash/Muh Makhlad)

Pesantren Bersih, Membangun Masyarakat Sehat: Peran Pendidikan dalam Membangun Lingkungan

10 Desember 2024 - 06:00 WIB

Ilustrasi Pesantren. (Pexels)

SELAMAT! Pasangan Paramitha-Wurja Unggul di Pilkada Brebes 2024, Berikut Profil Lengkap Dua Pemimpin Baru

4 Desember 2024 - 06:42 WIB

Fenomena Politik Dinasti di Indonesia: Ancaman bagi Demokrasi?

30 November 2024 - 12:00 WIB

Ilustrasi. (Pexels/Ache Surya)
Trending di Ngopi
Don`t copy text!