Portal Pantura – Beberapa waktu yang lalu heboh tentang pembubaran pengajian di salah satu kota di Jatim. Konon, pengajian tersebut dibubarkan oleh beberapa warga masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan acara pengajian tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, saya mencoba memberikan pandangan hukum. Sebetulnya kebebasan Beragama, Beribadah, dan Berkumpul telah diatur di dalam Undang-undang.
Yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), dalam pasal 22 menerangkan bahwa : ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Kemudian ayat (2) “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Setiap orang juga berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab.
Berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Selain itu, setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
Terhadap hak dan kebebasan tersebut, Pasal 69 dan Pasal 70 UU HAM menjelaskan bahwa :
Pasal 69 UU HAM
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.
Pasal 70 UU HAM
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Izin Kegiatan Keagamaan
Terkait izin kegiatan keagamaan, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, menerangkan bahwa :
(1) “Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri”.
(2) “Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggungjawab kelompok”.
(3) “Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat”.
(4) “Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan”.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, pelaksanaan kegiatan keagamaan pada dasarnya tidak memerlukan ijin kepada pihak kepolisian.
Sebab hal tersebut termasuk kedalam hak azasi setiap warga negara yang memang dilindungi oleh Undang-undang.
Adapun yang diatur dalam UU adalah pemberitahuan kepada pihak berwajib, itu pun tidak berlaku manakala kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan ilmiah di kampus dan pengajian, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Jika hal ini dilanggar maka justru sebaliknya, bagi pelaku berpotensi pidana yakni melanggar hak asasi orang lain.***
Penulis : Adi Attsani, SH. Adv.
Direktur Kajian & Advokasi LBH PU Jawa Tengah
Referensi :
. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia
. UU Nomor 9 Tahun 1998; Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum;